KAMUS INDONESIA – SUNDA


Menerjemahkan bahasa Sunda ke dalam bahasa Indonesia kadang-sulit. Sebagian orang mengatakan “Lebih baik menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa Inggris” katanya. Untuk yang mau mencoba menggunakan kamus Indonesia – Sunda silahkan gunakan kamus kecil ini!

66 comments on “KAMUS INDONESIA – SUNDA

  1. Novel ini sedikit ganjil dengan nama-nama, tokoh dan karakter yang tak biasa. Novel ini bercerita tentang keluarga penyihir Raya yang terdiri dari satu bapak bernama Samudra yang masih santai ditinggal istrinya meninggal.
    Padahal kejadiannya sudah 10 tahun yang lalu, dan sang duda betah sendirian, hanya ditemani tiga anak perempuan penyihir level tinggi bernama Zea, Oryza dan Solanum, dengan gaya dan sifatnya masing-masing. Ada lagi tokoh Xander, penyihir cowok yang keren anaknya sahabat ibu ketiga bersaudara Raya yang sejak kecil dijodohkan dengan Oryza. Selain itu masih ditambah Pax, lelaki yang naksir berat pada Oryza dan menyihir dirinya sendiri menjadi kucing peliharaan Oryza. Ada juga Strawberry dan Aqua, digambarkan sebagai cewek-cewek centil yang naksir Xander, dan selalu berusaha mencelakai cewek-cewek keluarga Raya.
    Di awal novel ini, penulis lebih banyak bercerita mengenai kehidupan masing-masing tokoh yang agak sedikit membosankan. Cerita baru mulai berkonflik ketika rendang yang dimasak Oryza melarikan diri dari panci. Cangkir jadi hidup dan menggigit Xander. Roti asyik bernyanyi dalam bahasa Rusia dan bersalto di dalam lemari dapur. Zea dan Sola mulai bertingkah abnormal. Dan Oryza, Xander, Pax dan Samudra harus memulai petualangan menuju pulau Varaiya yang bahkan di peta pun tidak begitu jelas. Mereka pergi untuk mencari racun penawar sihir yang menyebabkan kekacauan tersebut. Seperti juga tulisan-tulisan Clara NG lainnya, cerita di novel ini mengalir lincah dan ringan, diselingi celetukan-celetukan khas yang konyol para tokohnya. Walaupun beberapa bagian terasa lebay, namun banyak bagian dari novel ini yang bisa membawa pembacanya untuk tertawa terbahak-bahak.
    Novel ini memang mulai menemukan iramanya ketika terjadi hari buruk dalam kehidupan Oryza yang dalam level sihirnya mencapai level delapan. Hari buruk itu terjadi ketika rendang melarikan diri dari panci dan terlepas bebas itu. Maka dimulailah petualangan gila-gilaan mencari penawar racun yang hanya bisa ditemukan di pulau terpencil milik suku penyihir primitif. Pulau yang tak pernah kelihatan di peta Indonesia. Pulau yang disihir hilang: Pulau Varaiya. Di sanalah kemudian berbagai kisah unik terjadi. Sihir-sihir mereka akan berhadapan dengan keanehan Varaiya yang juga memiliki keunikan dan kekhasan sendiri.
    Novel ini memiliki kekhasan dengan gaya petualangan yang beda. Banyak karakter dan tokoh yang unik dan menarik. Berbagai banyolan yang dibuat juga menjadikan karakter tokoh dalam novel ini hidup. Clara Ng, sebagai penulis serba bisa untuk berbagai generasi berusaha keras untuk dapat menghidupkan novel ini dengan tokoh-tokoh imajinasi yang khas. Namun jika dilihat secara keseluruhan, novel ini agak ‘’lambat panas’’, karena dibuka dengan sesuatu yang kurang memancing minat pembaca. Namun perlahan namun pasti, berbagai tokohnya mulai menceritakan peran dan kekuatan karakter yang khas dan sangat menarik. Bagaikan rumah laba-laba, semakin lama rajutannya semakin kuat dan semakin memancing minat.

    BISA MINTA TOLONG ARTIIN GG??, makasih klo bsa…

  2. Ini adalah kisah tentang terjadinya Danau Toba. Orang tak akan menyangka, ada kisah sedih dibalik danau yang elok rupawan itu.
    Tersebutlah seorang pemuda yatim piatu yang miskin. Ia tinggal seorang diri di bagian Utara Pulau Sumatra yang sangat kering. Ia hidup dengan bertani dan memancing ikan.
    Suatu hari, ia memancing dan mendapatkan ikan tangkapan yang aneh. Ikan itu besar dan sangat indah. Warnanya keemasan. Ia lalu melepas pancingnya dan memegangi ikan itu. Tetapi saat tersentuh tangannya, ikan itu berubah menjadi seorang putri yang cantik! Ternyata ia adalah ikan yang sedang dikutuk para dewa karena telah melanggar suatu larangan. Telah disuratkan, jika ia tersentuh tangan, ia akan berubah bentuk menjadi seperti makhluk apa yang menyentuhnya. Karena ia disentuh manusia, maka ia juga berubah menjadi manusia.
    Pemuda itu lalu meminang putri ikan itu. Putri ikan itu menganggukan kepalanya tanda bersedia.
    “Namun aku punya satu permintaan, kakanda.” katanya.
    “Aku bersedia menjadi istri kakanda, asalkan kakanda mau menjaga rahasiaku bahwa aku berasal dari seekor ikan.”
    “Baiklah, Adinda. Aku akan menjaga rahasia itu.” kata pemuda itu.
    Akhirnya mereka menikah dan dikaruniai seorang bayi laki-laki yang lucu. Namun ketika beranjak besar, si Anak ini selalu merasa lapar. Walapun sudah banyak makan-makanan yang masuk kemulutnya, ia tak pernah merasa kenyang.
    Suatu hari, karena begitu laparnya, ia makan semua makanan yang ada di meja, termasuk jatah makan kedua orang tuanya. Sepulang dari ladang, bapaknya yang lapar mendapati meja yang kosong tak ada makanan, marahlah hatinya. Karena lapar dan tak bisa menguasai diri, keluarlah kata-katanya yang kasar.
    “Dasar anak keturunan ikan!”
    Ia tak menyadari, dengan ucapannya itu, berarti ia sudah membuka rahasia istrinya.
    Seketika itu juga, istri dan anaknya hilang dengan gaib. Ia jadi sedih dan sangat menyesal atas perbuatannya. Namun nasi sudah menjadi bubur. Ia tak pernah bisa bertemu kembali dengan istri dan maupun anaknya yang disayanginya itu.
    Di tanah bekas pijakan istri dan anaknya itu, tiba-tiba ada mata air menyembur. Airnya makin lama makin besar. Lama-lama menjadi danau. Danau inilah yang kemudian kita kenal sampai sekarang sebagai Danau Toba.
    Sumber Referensi :

  3. Yang Terhormat Bapak dan Ibu Guru SD Negeri 1 kota Bengkulu, dan teman teman kelas 6 yang tercinta. Pertama tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah s.w.t., karena pada hari ini kita semua dapat berkumpul untuk merayakan “Kelulusan dan Perpisahan Murid SD negeri 1 kota Bengkulu Angkatan 2008-2009″.

    Alhamdulilah, kita semua berhasil lulus akhirnya. Hari-hari penuh ujian yang sangat menegangkan kini berakhir sudah. Kita lulus! Kita akan meninggalkan sekolah ini dan berpisah. Betapapun beratnya, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Hampir semua diantara kita baru bertemu dan berteman akrab saat bersekolah di sini. Alangkah senangnya apabila pertemanan yang telah dijalin selama enam tahun ini dapat bertahan selamanya. Seakan tak tergoyahkan oleh apapun. Mungkin di antara kita ada yang merasa senang mengalami perpisahan karena yang mereka tunggu selama ini adalah hal-hal baru yang terlihat lebih menyenangkan dibanding hal-hal di sini yang sangat membosankan. Tapi mungkin di sisi lai, ada yang merasa sangat sedih karena telah mengalami banyak hal menyenangkan di sini. Betapa banyaknya kenangan yang telah tercipta. Baik yang manis maupun yang pahit.

    Teman teman, kita menyadari bahwa waktu tak dapat diputar kembali. Oleh sebab itu rasa penyesalan karena sewaktu di SD kurang giat belajar, maka marilah kita perbaiki ketika kita di SMP. Mari kita ingat dan terapkan nasehat bapak dan ibu guru dan orang tua kita sebaik-baik. Ucapan terima kasih patut kita sampaikan kepada guru-guru kita. Mereka telah mendidik kita selama enam tahun tanpa mengenal lelah.

    Terakhir, jangan lupakan setiap hal berharga yang telah kita alami selama bersekolah enam tahun di sini. Simpanlah kenangan itu dalam hati kita semua. Sekian pidato yang saya sampaikan. Mohon maaf apabila ada salah kata.

    • abdi wangsul, bapa……
      abda meser, bapa………..

      maksudnya: dalam bahasa Sunda itu mengenal kasta, artinya bahasa untuk diri sendiri, orang lain, teman sebaya, atau orang yang umurnya di atas kita, berbeda-beda walaupun artinya sama.

      Contoh di atas:
      abdi wangsul (saya pulang –> untuk sendiri), bapa mulih (bapa pulang –> untuk orang lain)
      abdi meser (saya membeli –> untuk sendiri), bapa ngagaleuh (bapa membeli –> untuk orang lain)

  4. Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

    Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

    Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

    Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.

    Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

    Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.

    Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:

    “Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.

    Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun”.

    Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.

    Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.

    Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.

    Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte.
    Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.

    Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

    Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.

    Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

    Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.

    Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.

    Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

    Kemudian oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.

    Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.

    Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).

  5. kelemahan teori poerbatjaraka, terletak pada masa pemerintahan prabu maharaja. poerbatjaraka “menyarankan’ sekaligus “mengoreksi” bahwa masa pemerintahan 7 tahun dalam kropak 406 carita pahiyangan,seharusnya 24 tahun.sebab, ia memerlukan angka 24 tahun itu, untuk kepentingan relevansi antara perang bubat dalam peraraton (1357 masehi) dengan angka prasati batu tulis bogor (1333 masehi). teori tersebut menurut amir sutaarga da saleh danasasmita “terlalu dipaksakan”

    tolong di bahasa sunda in y….!!! ^_^

    • Kalemahan tiori poerbatjaraka, aya dina masa pamarentahan Prabu Maharaja. Poerbatjaraka “nyarankeun” sakaligus “ngabenerkeun” yen masa pamarentahan 7 taun dina Koropak 406 Carita Parahiyangan, kuduna 24 taun. Sabab anjeuna merlukeun angka 24 taun teh, jang kapentingan pas na waktu antara perang bubat dina peraraton (1357 masehi) jeung angka prasasti Batu Bulis Bogor (1333 masehi). Tiori kasebut nurutkeun Amir Sutaarga jeung Saleh Danasasmita” (dipaksakeun teuing).

  6. halo apa kabar, aku dan keluarga ku dalam keadaan sehat walafiat. mudah2n kabarmu juga seperti itu, apa di bandung hujan terus,setiap hari???? kalau di bogor hampir setiap hari hujan loh…
    dan,kan bulan juli udah mulai liburan sekolah,apa kamu punya rencana liburan ke luar kota?? kalau tidak aku akan ke rumah mu..aku ingin melihat indah nya alam kota bandung dan berlibur bersama-sama
    sekian dulu surat dari ku kapan2 kita sambung lagi kutunggu balasan suratmu yaa!
    tolong yaa bahasa sunda nya…please..

    • anak itu bahasa sunda kasar: budak, bahasa sunda sedeng/basajan: anak, bahasa lemesna: putra, anak anjeun=tuang putra, anak saya pun anak.

  7. Saya mau tanyak ini apa artiy Dlm bahasa indonesia nya kang,, enjing2 anu pinuh ku rasa ketug jajantung anu teu puguh dimana kedah ngetug anu salaresna, tapi di pasihan tenpat kalah ngetug dina anu sejen

Leave a reply to nesanovika Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.